Skip to main content

Sendirian

Segala bentuk kehakikian dalam hidup salah satunya adalah kesunyian. Faktanya, semua orang butuh waktu sendiri. Butuh berdiam diri tanpa ada orang sekitar yang tau tentang apa yang difikirkan.

Entah dari kapan, pokoknya gue demen banget sunyi. Disekolah kalo temen gue ada yang teriak-teriak gajelas karena main ML, itu gue males banget. Di rumah pun gitu, adek gue, di kamar mandi suka nyanyi karena dia kira suaranya bagus kalo lagi di kamar mandi. But trust me, suara dia ancur banget. Sampai-sampai gue mikir mau budekin telinga.

Selain kesunyian, gue suka dengan 'sendirian'. Ke sekolah sendirian, ke kantin sendirian (walau temen gue ada yang ngikut), di rumah seringnya mendap di kamar sendirian. Sendiri seperti ga ada beban. Ga ada yang harus di tunggu. Seperti, you know, lebih bebas, nikmati hidup dan lepas. Suka sendiri bukan berarti tak butuh orang lain. Kebanyakan orang-orang salah kaprah mengira penyendiri lebih individual dan egois. Padahal sebenernya gue pikir-pikir, mereka kadang juga butuh orang lain.

Suatu waktu gue pernah diskusi dengan guru geografi gue di sekolah. Beliau cerita mengenai pengalamannya beberapa tahun lalu, saat beliau mengenyam pendidikan magister di Universitas Indonesia selama kurang lebih dua tahun, beliau mengatakan "Saat sendiri di tempat dimana orang-orang lalu lalang tanpa tau siapa kita, ketika kita hendak melangkahkan kaki ke masjid untuk sholat, disitulah salah satu titik kulminasi dalam kekusyukan sholat, walau kita dituntut harus khusyuk setiap saat"

Anggapan ini gue setujui dengan mata berkaca karena pernah sekali waktu gue alami hal itu. Tepatnya sekitar tiga bulan lalu gue study tour ke ITB dan beberapa kampus lain di Bandung. Karena sudah ketemu alumni yang ada di ITB, guru gue ngasih free time untuk para siswa yang pengin jalan-jalan dalam tanda kutip tanpa pengawasan. Akhirnya gue berdua sama sohib gue pergi ke Konferensi Asia Afrika dengan diantar oleh kakaknya temen gue yang waktu itu kuliah di Unpad. Adzan Ashar pun berkumandang, seketika panggilan dari sang pencipta terasa lebih tenang dan ada gejolak senang tak terlukis. Kota dimana tak ada seorang pun yang gue kenal, hanya temen gue dan kakaknya. Gue pun masuk ke Masjid Raya dengan suasana asing. Hanya gue yang tau siapa diri gue. Kalau biasanya  ngerasa terintimidasi saat berada di tengah-tengah keramaian warga sekolah, tapi saat itu gue lebih ngerasa tau apa yang harus gue lakuin, tenang, dan itu beda banget. Saat sholat pun gue masih ngerasa 'keasyikan dunia sendiri'. Bicara dalam fikiran, dan lebih khusyuk.

Entah ini cuma kelebay-an dan kemellow-an gue doang atau ada orang yang ngalamin hal serupa, terlepas dari itu, gue ngerasa itu adalah sholat ter ter ter ter-kusyuk gue selama ini.


Comments

Popular posts from this blog

Temen Ambis + Pinter di Sekolah Gue

Di awal kelas dua belas ini gue sudah ancang-ancang akan memilih perguruan tinggi mana. Sudah juga buat plan nanti gue mau jadi apa setelah lulus kuliah. Tapi who knows? Mungkin saja Allah ngasih jalan lain yang lebih baik lagi. Oke, sebenarnya yang barusan tuh cuma intro doang wkwkw, karena gue ga tau harus ng-intro yang gimana. Say hai atau apalah gitu, rasanya sudah bosan. Jadi gue mau cerita mengenai anak pinter di sekolah gue yang beritanya sudah tersebar sejak gue kelas sepuluh. Tapi emang dasar guenya aja yang kudet, baru cerita sekarang.  Namanya tuh Suci (to the point aja dah), orangnya kecil mungil dan lucu. Seukuran anak SD lah, kurang dari 150 cm, tapi otaknya encer bet anjay. Gue tau dia karena temen kelas gue itu temenan sama dia. Mereka berdua setiap istirahat ketemuan di kantin kaya orang pacaran-_- Oh ya btw Suci itu dari anak IPA 1 dan gue dari IPA 3. Awal kelas sepuluh gue gak terlalu dekat dengan banyak orang, tapi memang gue sering liat temen gue (read: cewe)

Lobang Kakus Sekolah

Postingan ini terinspirasi dari cerita pendek karangan Eka Kurniawan yang judulnya Corat-coret di Toilet. Salah satu cerpen favorit gue untuk abad ke-duapuluhsatu ini. Cerpen itu menceritakan tentang  toilet di sebuah kampus dengan segala coretan-coretan ala-ala anak revolusi gitu. Hingga gue tersadar pengin juga nulis dengan objek toilet sekolah gue -_- lol. Bagi yang belum baca cerpennya, buruan dah beli, karena bukunya dijamin keren! Oke, mari kita mulai. Toilet , Kakus, Kloset atau WC (bahasa Inggris: water closet ) adalah perlengkapan rumah yang kegunaan utamanya sebagai tempat pembuangan kotoran , yaitu air seni dan feses . Kalo disekolah gue dibagi jadi dua; toilet cowo dan toilet cewe. Jika keduanya tak dipisah, akan banyak terjadi kenyelenehan yang hakiki, wkwkwk. Sht, forget it! Baiklah, setelah tau apa itu toilet, selanjutnya gue bakal ceritain toilet cewe di sekolah gue. Untuk toilet cowo gue skip aja dah, ga kuat gue kalo mau ceritainnya, dan juga gue ga tau tuh

Lanjut S2 kan, nak?

Tulisan ini saya dedikasikan untuk diri saya sendiri karena sudah mau berjuang sampai di titik ini. Untuk melanjutkan studi S2 itu bukanlah keputusan yang bisa saya ambil dengan mudah. Banyak sekali pertimbangan dari berbagai pihak, terutama orang tua dan pembimbing skripsi saya, Bunda (semoga beliau tetap sehat walafiat) Cerita mengerikan ini berawal dari percakapan saya dan mama saat saya masih sibuk-sibuknya KKN di kota Padang. Beliau berniat ingin menguliahkan saya sampai saya tamat S2. Terlebih papa juga sangat mendukung keinginan mama. Well, saat itu saya masih semester 6 dan belum terpikir sampai ke sana karna yang saya pikirkan saat itu adalah   "Bagaimana caranya saya lulus S1 sedangkan pembimbing saja belum dapat". Saya katakan ke orangtua kalau saya tidak ingin melanjutkan S2 penginnya kerja saja. Tapi terlihat dari ujung telepon sana raut wajah mereka agak sedikit kecewa mendengar jawaban saya yang spontan itu. Lantas saya balik katakan  "Indah tamatkan dulu