Tulisan ini saya dedikasikan untuk diri saya sendiri karena sudah mau berjuang sampai di titik ini.
Untuk melanjutkan studi S2 itu bukanlah keputusan yang bisa saya ambil dengan mudah. Banyak sekali pertimbangan dari berbagai pihak, terutama orang tua dan pembimbing skripsi saya, Bunda (semoga beliau tetap sehat walafiat)
Cerita mengerikan ini berawal dari percakapan saya dan mama saat saya masih sibuk-sibuknya KKN di kota Padang. Beliau berniat ingin menguliahkan saya sampai saya tamat S2. Terlebih papa juga sangat mendukung keinginan mama. Well, saat itu saya masih semester 6 dan belum terpikir sampai ke sana karna yang saya pikirkan saat itu adalah
"Bagaimana caranya saya lulus S1 sedangkan pembimbing saja belum dapat".
Saya katakan ke orangtua kalau saya tidak ingin melanjutkan S2 penginnya kerja saja. Tapi terlihat dari ujung telepon sana raut wajah mereka agak sedikit kecewa mendengar jawaban saya yang spontan itu. Lantas saya balik katakan
"Indah tamatkan dulu S1 ini ya. Nanti kalau udah wisuda kita lanjutkan diskusi soal S2 dulu atau kerja dulu gimana Ma, Pa?"
Mereka mengiyakan. Setidaknya saya bisa lari dari rencana beliau untuk menyekolahkan saya sampai S2 hihi.
Singkat cerita, semester 7 saya diwarnai dengan kuliah, rapat, kuliah, rapat. Saya pun juga mengemban amanah sebagai koordinator publikasi dan dokumentasi di acara terbesar himpunan jurusan saya waktu itu. Makin tak sempatlah saya menghandle kuliah dan tugas akhir. Sampailah menginjak semester 8 saya baru sibuk-sibuknya menghubungi pembimbing karna saya sama sekali belum mulai mengerjakan proposal di tengah teman-teman saya yang sudah ngumpulin proposal deluanš
Fyi, pembimbing saya waktu itu merupakan dosen senior dan paling disegani di antara dosen lainnya. Trade record beliau dalam menguji mahasiswa saat seminar ataupun sidang skripsi sangat ganas dan mencekam. Mungkin itu juga salah satu pertimbangan saya menjadikan beliau sebagai pembimbing skripsi karena saya tau, singa seganas-ganasnya pasti bisa ditaklukkan juga hahaha
Seperti cerita saya di postingan sebelumnya, saya mengerjakan proposal, skripsi, seminar hasil, sidang dan ngurus persyaratan wisuda itu selama lima bulan. Waktu yang sangat singkat dan kalau diingat juga sangat mengerikan. Okey skip bagian ini. Tibalah saat saya sudah wisuda, barang kosan sudah diangkut ke kampung halaman, dan percakapan "Kamu lanjut S2 kan, nak?" pun menguap kembali ke permukaan. Saat itu sebenarnya saya cuma pengin rehat beberapa bulan sebelum menghadapi dunia yang sebenarnya.
BOOM. Benar saja, "wellcome to the jungle, Ndah". Baru berleha-leha beberapa minggu aja saya sudah ditanya tetangga kiri kanan
"Indah kerja di mana sekarang?"
"Udah coba masukin bahan ke kantor ini gak?"
dan bla-bla-bla.
Saat itu saya renungi mau beneran lanjut S2 atau buat cv dan cari kerja wkwkw. Oh ya, sebenarnya jauh sebelum sidang skripsi, saya sudah dapat LoA dari University Kebangsaan Malaysia. Ya, Malaysia. Dosbing saya, Bunda, sangat pengin saya lanjutkan kuliah di sana walaupun saya gak kebayang kuliah S2 itu gimana. Bunda mendesak saya untuk segera mengirimkan email rekomendasi dari beliau untuk salah satu dosen yang researchnya sejalan dengan penelitian skripsi saya, dan alhamdulillahnya email saya dibales dengan calon supervisor saya waktu itu.
Calon supervisor saya merupakan dekan fakultas MIPA di UKM dan researchnya sudah sangat banyak sekali. Sempat beberapa kali berbalas email dan melihat judul proposal S2 saya beliau sangat tertarik ingin bertemu as soon as possible. Sebenarnya ini adalah jackpot yang mahal banget karna untuk bisa dapat rekomendasi dari bunda harus melalui jalanan yang terjal dan mendaki gunung yang tinggi wkwkw a.k.a gak mudah. Tapi dengan sukarelanya bunda memberikan rekomendasi "yang sangat mahal" yang sebenernya saya gak pengin-pengin banget.
Oke balik ke yang tadi. Saya saat itu benar-benar masih pengin rehat dari jeratan hiruk pikuk perkuliahan S1. Baru tiga minggu di rumah dan doing nothing sudah ditanya ini dan itu akhirnya mulai sadar. Seperti biasa saya merenung, tulis target kedepan dan realisasikan!
Target saya waktu itu mulai belajar toefl dan ikut les agar di tahun 2023 bisa ikut beasiswa dengan persiapan yang sudah matang terwujud. Saya urungkan niat saya untuk buka usaha desain grafis dan melupakan sejenak CV saya yang selalu direvisi berkali-kali itu.
Namun nasi sudah jadi bubur ayam.
Saya tetap didesak orangtua untuk lanjut kuliah di sini saja dan secepatnya. Mereka mungkin risih lihat saya di rumah dan 'terlihat' netflixan seharian atau ngegame sampe adzan subuh berkumandang wkwkw. Padahal di sela-sela itu saya belajar toelf buat persiapan beasiswa loh ma, pa :(. Bunda juga masih mengirimkan seabrek list beasiswa yang sedang buka akhir tahun 2022 namun tetap saya perkirakan belum bisa penuhi semua syarat beasiswa tersebut dalam waktu singkat.
Banyaknya pertanyaan dari eksternal dan internal lingkungan membuat saya tertekan abis bos. Kena mental lah istilahnya wkwkw. Akhirnya tepat di bulan september (masuk bulan kedua saya menganggur) saya coba cari kampus yang buka pendaftaran S2 di semester genap. Terlihat di sana Universitas Indonesia sedang buka pendaftaran SIMAK UI Pascasarjana. Yup segera saya beritahu orangtua.
Selama persiapan SIMAK UI saya selalu minta restu orangtua dan selalu bertanya
"Mama papa restu kan kalo Indah daftar S2 di UI? Kalau berat hati Indah gak mau lanjutin"
Pertanyaan itu berkali-kali saya lontarkan ke orangtua. Dari mulai persiapan SIMAK UI bahkan sampai hari H ujian saya tanyakan lagi dan lagi. Belajar dari pengalaman masa SMA, kalau orangtua janggal atau menolak, tak pernah saya kerjakan karna saya tau hasilnya pasti zonk wkwkw. Bahkan saya sempat beberapa kali melamar pekerjaan selepas wisuda tak ada yang diterima walaupun cuma tahap berkas. Miris banget, Fernando.
So, restu orangtua itu powerfull banget loh.
Singkat cerita, tibalah hari H pengumuman SIMAK UI tanggal 9 Desember 2022. Seingat saya waktu ujian saya kerjakan dengan sungguh-sungguh dan persiapan yang bisa dibilang lumayan matang. Terlebih doa orangtua udah bisa jadi bekal buat saya untuk PD lulus SIMAK UI (astaghfirullah sombong amat) hahaha. Saya juga sudah beli tiket pesawat keberangkatan 10 Desember 2022.
Dan jeng jeng jeng..
Saya lulus jadi mahasiswa S2 UI. And i was like "Sudah kuduga, deck".
Perasaan saya melihat pengumuman itu antara senang, bersyukur dan merinding. Senang karena melihat mata orangtua saya berkaca-kaca bahagia karena saya lulus, bersyukur karena orangtua saya masih mampu membiayai saya sekolah, dan merinding karena saya tidak punya gambaran apapun tentang S2 Matematika di UI.
Agaknya saya terkesan bunuh diri untuk lanjutin studi S2, tapi mengingat restu orangtua yang sangat powerfull tadi, saya jadi sadar kalau ini sepertinya sudah jadi skenario Allah SWT. Saya pikir gak mungkin Allah luluskan saya di UI tidak lain dan tidak bukan kalau saya memang mampu untuk lanjut kuliah baik secara mental, finansial dan tentunya kemampuan diri saya.
Here I am ma, pa. Tepat dua bulan sudah saya kuliah S2 dan alhamdulillah lancar tapi sedikit terseok-seok. Shock? Sudah pasti.
So, "Lanjut S2 kan, nak?"
Iya, Ma, Pa. Sedang dalam studi S2. Hehehe Alhamdulillah.
Comments
Post a Comment