Skip to main content

Posts

Showing posts from 2018

Sedikit Cerita Lulus PTN

Apa yang sedang anda rencanakan di masa depan? Setelah mengetahui kabar tak satupun dari pilihan prodi saya lulus di SNM, saya pun berputar arah fokus SBMPTN. Saya memilih untuk ikut bimbel di awal tahun ketiga SMA saya karena saya merasa kurang mampu untuk belajar saat H-30 SBM. Saya mencoba mendaftar di bimbel yang selogannya "maju bersama Allah" dan mengikuti proses belajar mengajarnya. Memang pelajaran SBM dan pelajaran sekolah agak sedikit berbeda, tapi saya luangkan waktu lebih banyak untuk SBM. Bimbel yang saya ikuti waktu itu sedikit memberi saya motivasi untuk berani lagi memilih perguruan tinggi terbaik di pulau jawa, mereka juga memberikan sedikit saran dan masukan untuk melakukan amalan-amalan seperti puasa sunnah, sedekah dan sholat sunnah. Alhasil ibadah saya pun meningkat drastis. Manis sekali. Singkat cerita,  kejadian tak mengenakkan membuat strategi menjawab soal sbm yang saya persiapkan dari awal tahun ketiga SMA mungkin agaknya sia-sia. Secara tib

Mukidi Patah Hati

Kedai Kopi Wak Jarot masih sepi pengunjung. Biasanya sore-sore begini banyak laki-laki desa ngopi atau sekedar beli udud disini. Di antara laki-laki desa itu, hanya Mukidi dan Doni yang selalu menjadi pelanggan setia Wak Jarot. "Kapan kamu nyatakan cinta pada Warni, Muk?" "Jangan tanya itu, aku belum siap" "Sekarang saja. Nanti kamu disalib Tarjo" "Diam kau. Jangan sebut nama bangsat itu di depan mukaku" Mukidi pun menenggak kopi hitam hingga ludes dan menyesap udud yang tinggal sebatang lagi. Doni hanya terdiam prihatin karena konconya tak juga beristri mengingat umur sudah menginjak kepala tiga, tapi masih membujang saja. Bukan tak ada wanita yang mau dengannya, tapi Mukidi terlalu mencintai Warni, Si Kembang Desa. Sudah bertahun-tahun Mukidi menyimpan rasa dengan Warni. Tapi, Warni tak tau menau dengan perasaan Mukidi. Warni mengira, Mukidi bersikap baik padanya karena mereka telah berteman sejak umur nol tahun. Faktanya, Warni ad

Kehidupan Ini Sekelebat Monoton

Saya berbalik arah kembali ke meja resepsionis bimbel yang sedang saya timba ilmunya. Setelah sebelumnya saya mengira harus menyelesaikan pikiran-pikiran negatif saya mengenai makna hidup damai yang belakangan sangat mengganggu aktivitas sekolah. Malam tak menyurutkan saya untuk tetap menanyakan pertanyaan "kenapa hidup saya monoton? Kenapa saya selalu merasa biasa saja tiap harinya? dsb." Oh ya, tempat bimbel ini menyediakan konsultasi mengenai kejiwaan(haha setidaknya saya berpikir begitu) yang kebetulan pengajarnya (seorang pria umur 30-an) asik dan ngerti dengan anak zaman now. "assalamualaikum, kak" "waalaikumsalam, laah ko balik lagi? " "enggg, kak saya pengin nanya mengenai suatu hal" Kekurangan saya dari dulu tidak bisa berkomunikasi dengan jelas. Hal itu membuat saya bicara perlahan karena kebiasaan cuma dengerin omongan doang. "oh ya, boleh" Dari situ saya membuka percakapan dengan pertanyaan-pertanyaan yang sang

(Belom) Punya Katepe

Dua minggu yang lalu pak RT nelpon bokap nyuruh gue ke rumah beliau, katanya ada hal sepele yang pengen diomongin. Padahal, dua minggu lebih satu hari (15 hari yang lalu) gue nanyain ke nyokap bagaimana sebenarnya nasib identitas gue sebagai warga negara Indonesia, gue ngerasa digantungin, antara WNI atau WNII (warga negara Indonesia yang illegal) a.k.a gue belom punya KTP disaat umur yang sudah dilegalkan untuk nonton adegan kissing drama korea. Gue       : "Mah, buat katepe kapan? Indah udah delapanbelas tahun -_-" Nyokap : "Nanti, ya, kalo ada waktu senggang" Gue       : "Indah tuh pengen nyoblos 2019 nanti, mah." Nyokap : "Iya, sabar." ------- Setelah gue ngomong gitu, besoknya bokap bilang di telpon, Bokap  : "Indah nanti malem kerumah Om RT, ya"   Saat itu memang sudah malem karena gue belom pulang dari pagi tadi, yahh biasa lah sibuk nykolah. Gue pun nanyain ada apa Pak RT nyuruh gue kerumahnya, tanpa basa basi

Ga Jelas Alurnya

Kadang gue merindukan saat-saat hidup yang sangat tidak produktif, seperti waktu libur satu bulan Ramadhan, atau peralihan dari SMP ke SMA. Bebas dari beban, tugas, dan yang pasti lebih produktif dalam menulis dan baca banyak novel. Sebenernya sih kalo ditelisik lagi, cita-cita gue itu pengin jadi penulis sekalipun masih dibilang amatiran. Dalam berbicara, gue mengalami kesulitan ketika menyampaikan apa yang gue maksud, atau lebih tepatnya gue kurang bisa menyampaikan secara runtut dan jelas. Sehingga hal itu buat gue beralih ke zona tulis menulis biar gue bisa mikir dulu baru nulis ketimbang bicara kan yaaa mikir kelamaan malah orang-orang jadi bingung gue mau ngomong apa, ditambah kata-kata yang pengin gue sampein pada belepotan -_- Menulis pun gue tekuni dengan cara menceritakan kegiatan gue sehari-hari dalam sebuah buku diary hadiah dari nyokap. Sehingga hal itu mulai buat gue candu dan candu. Kegemaran gue dalam menulis diketahui oleh nyokap ketika tak sengaja beliau ngecek k

Kita bertemu

lampu jalan mulai terangi tiap sudut kota jendela-jendela menutup rapat tanpa cela gedung pencakar langit tampak bercahaya tapi aku masih disana, masih dengan rindu yang sama untuk Tuan yang sama, ku coba bebas tapi tak bisa ku ambil langkah, hasilnya sama saja mungkin, rasaku tak berubah 'kenapa yang sementara kadang terlihat indah?' Ahh, lamunanku mengajak jauh ke masa lalu saat aku dan kamu akhirnya bertemu dan menyadari aku jatuh hati padamu