Skip to main content

Untuk Ke-Bego-an Gue

Malam ini tiba-tiba gue diundang ke Multichat Line sama temen, isinya anak-anak Olimpiade di sekolah gue. Seketika terbesit saat-saat menjelang olim tiba, gue berubah jadi super ambis. Tiap hari gue pelatihan dari pagi ampe jam lima sore. Gue bahas soal-soal olim tahun-tahun sebelumnya. Hhh masa-masa yang belum pernah gue alami karena  itu merupakan olimpiade pertama gue.

Sebenernya kalo diinget-inget, awal mula gue nyantol di olimpiade itu absurd banget. Cuma karena ga sengaja lewat di depan perpustakaan sehabis dari ruang guru, mau menuju ke fotocopy yang kebetulan harus lewat perpus dulu. Saat gue ngelintas perpus, gue ngeliat banyak banget sepatu berjejer di raknya - yang faktanya itu adalah peristiwa terlangka yang pernah gue liat, karena pada dasarnya perpus tempat tersepi saat itu, bahkan menyaingi kuburan- alhasil gue masuk dengan rasa penasaran. Sewaktu gue buka pintu perpustakaan, gue langsung disuguhkan pemandangan kakak kelas yang sedang presentasi di depan siswa-siswi  dan mereka ngeliat gue masuk. Sontak gue langsung duduk di antara siswa-siswi yang waktu itu lumayan rame. Dengan kikuk gue nanyain ke temen-temen sekitar, ini apaan. Mereka ngejawab dengan cuek "Ini presentasi Olimpiade".

Dari situlah awal mula gue ikutan olimpiade.

Entah apa yang gue pikirin waktu itu, gue langsung terima-terima aja saat nama gue tercatat di buku pembinaan olim. Padahal nih ya, gue itu orang ter-ter-ter ter maless banget kalo harus disuruh belajar. Gue juga bukan dari golongan anak-anak pinter disekolah. Ngimpi bener gue bisa jadi peserta Olim perwakilan sekolah. Karena emang faktanya gue bego asli, parah banget.

Hal itu pun buat gue bingung dan bengong seketika, kenapa yang ikut olim itu rata-rata anak ambis sekolah dan mereka-mereka yang terlahir dengan otak encer. Akhirnya gue tanya ke Sukijah, temen gue (nama samaran),  mengenai olimpiade, saat lagi ngongki di kantin sekolah yang lengang karena gue berdua sama dia kabur saat jam pelajaran.

"Jaah, menurut lu gimana kalo gue beneran ikut olimpiade?"

"Yaudah, lanjutkan bruh" 

"Lu ga pengin ikutan juga, gitu?"

"Boro-boro mau ikutan, ulangan mtk bab matriks aja gue remed"

"Yaa itung-itung gratis, terus dapet ilmu lagi"

"Ilmu palelu"

Sukijah langsung nenggak es teh manis dengan brutal. Gue pun terdiam dan ikutan nenggak es teh yang tinggal setengah mili liter. Gue dan Sukijah pun kembali ke kelas setelah jam pelajaran berganti.


Obrolan absurd gue di kantin dengan Sukijah waktu itu membuahkan hasil. Gue pun mengungkap satu fakta bahwa mereka-mereka yang ga mau ikutan olim ternyata sadar akan kemampuannya yang biasa-biasa saja. Tapi ada beberapa kalangan seperti gue (yang punya rasa percaya diri se ton. Anjrit) beranikan diri ikutan olimpiade karena satu, dua faktor; gratis, gratis dan gratis.

----

Isi multichat itu adalah info tentang foto Buku Tahunan Sekolah bagian anak-anak olim. Disitu gue ngerasa aneh dan minder. Jujur gaes, muka gue itu muka muka bego tak terkendali. Ga cocok banget kalo disandingkan dengan anak-anak ambis + pinter.

Jadi sebenernya gue buat post ini hanya karena gue khilaf pernah jadi peserta Olim -_-

Oke, bye

Comments

Popular posts from this blog

Temen Ambis + Pinter di Sekolah Gue

Di awal kelas dua belas ini gue sudah ancang-ancang akan memilih perguruan tinggi mana. Sudah juga buat plan nanti gue mau jadi apa setelah lulus kuliah. Tapi who knows? Mungkin saja Allah ngasih jalan lain yang lebih baik lagi. Oke, sebenarnya yang barusan tuh cuma intro doang wkwkw, karena gue ga tau harus ng-intro yang gimana. Say hai atau apalah gitu, rasanya sudah bosan. Jadi gue mau cerita mengenai anak pinter di sekolah gue yang beritanya sudah tersebar sejak gue kelas sepuluh. Tapi emang dasar guenya aja yang kudet, baru cerita sekarang.  Namanya tuh Suci (to the point aja dah), orangnya kecil mungil dan lucu. Seukuran anak SD lah, kurang dari 150 cm, tapi otaknya encer bet anjay. Gue tau dia karena temen kelas gue itu temenan sama dia. Mereka berdua setiap istirahat ketemuan di kantin kaya orang pacaran-_- Oh ya btw Suci itu dari anak IPA 1 dan gue dari IPA 3. Awal kelas sepuluh gue gak terlalu dekat dengan banyak orang, tapi memang gue sering liat temen gue (read: cewe)

Lobang Kakus Sekolah

Postingan ini terinspirasi dari cerita pendek karangan Eka Kurniawan yang judulnya Corat-coret di Toilet. Salah satu cerpen favorit gue untuk abad ke-duapuluhsatu ini. Cerpen itu menceritakan tentang  toilet di sebuah kampus dengan segala coretan-coretan ala-ala anak revolusi gitu. Hingga gue tersadar pengin juga nulis dengan objek toilet sekolah gue -_- lol. Bagi yang belum baca cerpennya, buruan dah beli, karena bukunya dijamin keren! Oke, mari kita mulai. Toilet , Kakus, Kloset atau WC (bahasa Inggris: water closet ) adalah perlengkapan rumah yang kegunaan utamanya sebagai tempat pembuangan kotoran , yaitu air seni dan feses . Kalo disekolah gue dibagi jadi dua; toilet cowo dan toilet cewe. Jika keduanya tak dipisah, akan banyak terjadi kenyelenehan yang hakiki, wkwkwk. Sht, forget it! Baiklah, setelah tau apa itu toilet, selanjutnya gue bakal ceritain toilet cewe di sekolah gue. Untuk toilet cowo gue skip aja dah, ga kuat gue kalo mau ceritainnya, dan juga gue ga tau tuh

Lanjut S2 kan, nak?

Tulisan ini saya dedikasikan untuk diri saya sendiri karena sudah mau berjuang sampai di titik ini. Untuk melanjutkan studi S2 itu bukanlah keputusan yang bisa saya ambil dengan mudah. Banyak sekali pertimbangan dari berbagai pihak, terutama orang tua dan pembimbing skripsi saya, Bunda (semoga beliau tetap sehat walafiat) Cerita mengerikan ini berawal dari percakapan saya dan mama saat saya masih sibuk-sibuknya KKN di kota Padang. Beliau berniat ingin menguliahkan saya sampai saya tamat S2. Terlebih papa juga sangat mendukung keinginan mama. Well, saat itu saya masih semester 6 dan belum terpikir sampai ke sana karna yang saya pikirkan saat itu adalah   "Bagaimana caranya saya lulus S1 sedangkan pembimbing saja belum dapat". Saya katakan ke orangtua kalau saya tidak ingin melanjutkan S2 penginnya kerja saja. Tapi terlihat dari ujung telepon sana raut wajah mereka agak sedikit kecewa mendengar jawaban saya yang spontan itu. Lantas saya balik katakan  "Indah tamatkan dulu