Banyak orang salah sangka terhadap orang lainnya. Contohnya saja, gue pernah membaca suatu cerita pendek di salah satu website di Google, yang membuat gue sedikit tertegun. Kira-kira begini ceritanya :
Ada seorang gadis lajang yang pindah rumah, dia menemukan penghuni tetangganya adalah keluarga yang miskin, seorang janda dengan dua anak. Suatu malam di daerah itu tiba-tiba mati lampu, lalu gadis lajang itu dengan bantuan cahaya dari HP nya mau mengambil lilin di dapur untuk dinyalakan, tidak lama kemudian terdengar ada yang mengetuk pintu rumahnya, ternyata yang mengetuk pintu adalah anak dari sebelah rumah yang miskin. Anak itu dengan panik bertanya pada si gadis,
"Kakak, apakah kakak punya lilin?"
Gadis itu berpikir : “Ternyata mereka sangat miskin sampai lilin saja mereka tak punya?”
Dan saat itu si gadis punya pemikiran lain lagi yaitu jangan pinjamkan apapun pada mereka daripada nanti jadi satu kebiasaan.
Maka si gadis menjawab dengan setengah berteriak,
“TIDAK ADA!” lalu ia bergegas hendak menutup pintu.
Namun tiba-tiba si anak miskin itu berkata riang,
“Saya sudah menduga kakak pasti tidak punya lilin.”
Selesai berbicara, anak itu mengeluarkan 2 batang lilin dari dalam sakunya dan berkata,
“Mama dan saya khawatir pada kakak, karena kakak tinggal sendirian, apalagi sampai tidak mempunyai lilin, maka saya membawakan 2 batang lilin untuk kakak.”
Saat itu juga, gadis itu merasa bersalah, dengan hati yang tergugah dan linangan airmata, dia memeluk anak kecil itu erat-erat.
----
Ya. Dari cerita itu, gue mencoba sesuatu yang mungkin menarik untuk diceritakan, yaitu mempraktekkan "Prasangka" teman-teman gue mengenai 'Pena'. Ide ini gue dapat tiba-tiba saat sedang membaca buku Biologi materi Hormon, wkwkwk ga nyambung gitu, ya.
Kebanyakan jika seorang teman tiba-tiba bertanya "Ada pena dua, nggak?" atau "Minjem pena dong" indikasinya pasti merujuk pada mereka yang tidak punya pena dan pengin minjam, tapi disini pertanyaannya sedikit gue ubah, "Ada pena, nggak?"
Percobaan pertama gue lakukan di sekolah sama teman sebangku. Saat itu dia lagi ngerjain catatan Fisika yang seharusnya udah dikumpul minggu lalu (dasar males), gue pun angkat bicara.
"Ada pena nggak, put?"
"Nggak ada, ndah"
Lantas gue ketawa cekikikan dan lanjut mengatakan,
"Terus yang lu pegang apa njaayy?"
"Pena"
Setelah menjawab kata 'pena', dia langsung senyam senyum ga jelas. Mungkin dia nggak sadar waktu jawab pertanyaan gue, lalu dia memperjelas apa yang difikirkannya
"Yeeehh gue kira lu pengin minjem pena, makanya gue bilang ga ada"
"Yah, nanya doang put"
Kedua, temen gue satu lagi, jaraknya dua bangku dari bangku gue. Saat itu dia juga sedang menulis tugas Fisika catatan. Gue pun mulai bertanya
"Desi, ada pena, nggak?"
"Nggak ada"
Untuk kedua kalinya gue ketawa cekikikan, Desi pun bingung kenapa gue terlihat sangat senang, lalu gue menanyakan pertanyaan yang sama pada temen sebangku gue tadi. Si Desi malah tersipu malu dan sedikit jengkel karena gue jahilin.
Nah dari percobaan tadi gue mikir, emang kalo seseorang nanyain ada pena apa nggak, artinya mereka pengin minjem pena? Kebanyakan ya orang mikir kalo kita nanyain gitu, pasti ujung-ujungnya pinjam pena. Mereka udah menerka-nerka dan membuat kesimpulan sendiri atas pertanyaan tadi. Tapi jika di teliti lagi, pertanyaan 'ada pena, nggak?' menurut gue punya dua hipotesis, pertama, ya seperti yang gue bilang barusan, si orang tersebut pengin minjam pena. Tapi ada satu hipotesis lagi yaitu barangkali dia pengin minjemin pena. Bisa jadi kan?
Seperti hal nya juga pertanyaan ini. Nih pertanyaan banyak banget ditanyain sama orang-orang di Inbox Facebook gue kalo ga di DM Instagram, jadinya gue jawab seadanya,
"Lu tinggal dimana?"
"Di rumah lah bego, masa di goa"
Umumnya. Nih umumnya ya, orang pasti menjawab di suatu nama daerah ataupun nama jalan rumahnya. Padahal jika kalian simak baik-baik pertanyaannya, seseorang itu ga nanyain di mana daerah kalian tinggal, tapi dimana kalian tinggal. Jawaban yang menurut gue paling tepat ya di rumah.
Namun, ga semua pendapat bisa diterima. Beberapa orang mikir 'yah, lu ga liat ke depannya' atau bisa jadi 'jalan pikiran lu pendek, elah'. Memang bener sih, mungkin kita juga bisa liat situasi dan kondisi dari pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan di dunia ini. Kemungkinan-kemungkinan yang bisa dijadikan pertimbangan untuk membuat keputusan, misalnya.
Terlepas dari benar atau tidaknya hipotesis tadi, kita ga bisa mengira bahwa perkiraan kita bener dan apa apa makna dari pertanyaan-pertanyaan tadi, tapi kita juga bisa membuat kesimpulan yang bisa jadi bener tapi bisa juga ga bener. Seperti cerita anak dan lilinnya tadi, si Gadis mengira bahwa si Anak bakal minta lilin. Memang sih kalo gue jadi si Gadis mikirnya gitu, tapi hal itu ga menutup kemungkinan bakal terjadi sebaliknya, kan?
Yah, sebenernya itu hanya sebagian kecil contoh di kehidupan sehari-hari. Bisa jadi manfaat, bisa juga jadi mudarat, tergantung bagaimana kalian menghadapinya.
Sekian
Ada seorang gadis lajang yang pindah rumah, dia menemukan penghuni tetangganya adalah keluarga yang miskin, seorang janda dengan dua anak. Suatu malam di daerah itu tiba-tiba mati lampu, lalu gadis lajang itu dengan bantuan cahaya dari HP nya mau mengambil lilin di dapur untuk dinyalakan, tidak lama kemudian terdengar ada yang mengetuk pintu rumahnya, ternyata yang mengetuk pintu adalah anak dari sebelah rumah yang miskin. Anak itu dengan panik bertanya pada si gadis,
"Kakak, apakah kakak punya lilin?"
Gadis itu berpikir : “Ternyata mereka sangat miskin sampai lilin saja mereka tak punya?”
Dan saat itu si gadis punya pemikiran lain lagi yaitu jangan pinjamkan apapun pada mereka daripada nanti jadi satu kebiasaan.
Maka si gadis menjawab dengan setengah berteriak,
“TIDAK ADA!” lalu ia bergegas hendak menutup pintu.
Namun tiba-tiba si anak miskin itu berkata riang,
“Saya sudah menduga kakak pasti tidak punya lilin.”
Selesai berbicara, anak itu mengeluarkan 2 batang lilin dari dalam sakunya dan berkata,
“Mama dan saya khawatir pada kakak, karena kakak tinggal sendirian, apalagi sampai tidak mempunyai lilin, maka saya membawakan 2 batang lilin untuk kakak.”
Saat itu juga, gadis itu merasa bersalah, dengan hati yang tergugah dan linangan airmata, dia memeluk anak kecil itu erat-erat.
----
Ya. Dari cerita itu, gue mencoba sesuatu yang mungkin menarik untuk diceritakan, yaitu mempraktekkan "Prasangka" teman-teman gue mengenai 'Pena'. Ide ini gue dapat tiba-tiba saat sedang membaca buku Biologi materi Hormon, wkwkwk ga nyambung gitu, ya.
Kebanyakan jika seorang teman tiba-tiba bertanya "Ada pena dua, nggak?" atau "Minjem pena dong" indikasinya pasti merujuk pada mereka yang tidak punya pena dan pengin minjam, tapi disini pertanyaannya sedikit gue ubah, "Ada pena, nggak?"
Percobaan pertama gue lakukan di sekolah sama teman sebangku. Saat itu dia lagi ngerjain catatan Fisika yang seharusnya udah dikumpul minggu lalu (dasar males), gue pun angkat bicara.
"Ada pena nggak, put?"
"Nggak ada, ndah"
Lantas gue ketawa cekikikan dan lanjut mengatakan,
"Terus yang lu pegang apa njaayy?"
"Pena"
Setelah menjawab kata 'pena', dia langsung senyam senyum ga jelas. Mungkin dia nggak sadar waktu jawab pertanyaan gue, lalu dia memperjelas apa yang difikirkannya
"Yeeehh gue kira lu pengin minjem pena, makanya gue bilang ga ada"
"Yah, nanya doang put"
Kedua, temen gue satu lagi, jaraknya dua bangku dari bangku gue. Saat itu dia juga sedang menulis tugas Fisika catatan. Gue pun mulai bertanya
"Desi, ada pena, nggak?"
"Nggak ada"
Untuk kedua kalinya gue ketawa cekikikan, Desi pun bingung kenapa gue terlihat sangat senang, lalu gue menanyakan pertanyaan yang sama pada temen sebangku gue tadi. Si Desi malah tersipu malu dan sedikit jengkel karena gue jahilin.
Nah dari percobaan tadi gue mikir, emang kalo seseorang nanyain ada pena apa nggak, artinya mereka pengin minjem pena? Kebanyakan ya orang mikir kalo kita nanyain gitu, pasti ujung-ujungnya pinjam pena. Mereka udah menerka-nerka dan membuat kesimpulan sendiri atas pertanyaan tadi. Tapi jika di teliti lagi, pertanyaan 'ada pena, nggak?' menurut gue punya dua hipotesis, pertama, ya seperti yang gue bilang barusan, si orang tersebut pengin minjam pena. Tapi ada satu hipotesis lagi yaitu barangkali dia pengin minjemin pena. Bisa jadi kan?
Seperti hal nya juga pertanyaan ini. Nih pertanyaan banyak banget ditanyain sama orang-orang di Inbox Facebook gue kalo ga di DM Instagram, jadinya gue jawab seadanya,
"Lu tinggal dimana?"
"Di rumah lah bego, masa di goa"
Umumnya. Nih umumnya ya, orang pasti menjawab di suatu nama daerah ataupun nama jalan rumahnya. Padahal jika kalian simak baik-baik pertanyaannya, seseorang itu ga nanyain di mana daerah kalian tinggal, tapi dimana kalian tinggal. Jawaban yang menurut gue paling tepat ya di rumah.
Namun, ga semua pendapat bisa diterima. Beberapa orang mikir 'yah, lu ga liat ke depannya' atau bisa jadi 'jalan pikiran lu pendek, elah'. Memang bener sih, mungkin kita juga bisa liat situasi dan kondisi dari pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan di dunia ini. Kemungkinan-kemungkinan yang bisa dijadikan pertimbangan untuk membuat keputusan, misalnya.
Terlepas dari benar atau tidaknya hipotesis tadi, kita ga bisa mengira bahwa perkiraan kita bener dan apa apa makna dari pertanyaan-pertanyaan tadi, tapi kita juga bisa membuat kesimpulan yang bisa jadi bener tapi bisa juga ga bener. Seperti cerita anak dan lilinnya tadi, si Gadis mengira bahwa si Anak bakal minta lilin. Memang sih kalo gue jadi si Gadis mikirnya gitu, tapi hal itu ga menutup kemungkinan bakal terjadi sebaliknya, kan?
Yah, sebenernya itu hanya sebagian kecil contoh di kehidupan sehari-hari. Bisa jadi manfaat, bisa juga jadi mudarat, tergantung bagaimana kalian menghadapinya.
Sekian
Comments
Post a Comment