Skip to main content

Kehidupan Ini Sekelebat Monoton

Saya berbalik arah kembali ke meja resepsionis bimbel yang sedang saya timba ilmunya. Setelah sebelumnya saya mengira harus menyelesaikan pikiran-pikiran negatif saya mengenai makna hidup damai yang belakangan sangat mengganggu aktivitas sekolah. Malam tak menyurutkan saya untuk tetap menanyakan pertanyaan "kenapa hidup saya monoton? Kenapa saya selalu merasa biasa saja tiap harinya? dsb." Oh ya, tempat bimbel ini menyediakan konsultasi mengenai kejiwaan(haha setidaknya saya berpikir begitu) yang kebetulan pengajarnya (seorang pria umur 30-an) asik dan ngerti dengan anak zaman now.

"assalamualaikum, kak"

"waalaikumsalam, laah ko balik lagi? "

"enggg, kak saya pengin nanya mengenai suatu hal"

Kekurangan saya dari dulu tidak bisa berkomunikasi dengan jelas. Hal itu membuat saya bicara perlahan karena kebiasaan cuma dengerin omongan doang.

"oh ya, boleh"

Dari situ saya membuka percakapan dengan pertanyaan-pertanyaan yang sangat mengganggu saya. Ini kali pertamanya saya membuka hati untuk mau bicara perihal hidup saya. Biasanya untuk cerita mengenai hal seperti ini saya konsultasikan sama Pencipta. Untuk perihal percintaan biasanya saya ceritakan pada teman-teman saya, namun untuk hal hidup dan kehidupan tak pernah saya cerita pada siapapun, sekalipun itu ibu saya.

Masalah yang saya hadapi sebenarnya tak tau apa pangkalnya. Saya menyayangkan hidup saya yang sangat monoton tiap harinya. Mulai dari bangun pagi, sekolah, pulang udah malem, tidur, esoknya sekolah lagi. Sholat lima waktu tetap saya jalankan, pun sholat sunnah malam dan puasa senin kamis. Tapi tetap saja, merasa ada yang kurang dan monoton.

"Monoton gimana maksudnya? "

"Iya kak, saya seperti stuck disitu-situ aja. Melakukan hal yang sama tiap harinya. Kaya ga ada yang special"

"Setelah sholat kamu ngapain? "

"engg, doa? "

"Ya, doa. Doa kamu apa sama Allah? "

"Minta dijauhkan dari perbuatan maksiat, jauhkan dari rasa sombong/iri/dengki dan jauhkan dari rasa malas"

"pernah ga minta sama allah biar hidupnya ga monoton?"

Saya diam sejenak. Bener juga ya. Apakah itu jawaban dari masalah saya?

"Belom kak"

"Coba minta sama Allah gitu"

"Tapi bakal dikabulin ga ya kak? "

"Contoh, kalo minta uang sama ibu kamu,  bakal dikasih ga? "

"Mmmm iya pasti dikasih"

"Paling dikasih lah ya walau goceng. Haahaha. Naahh Allah mah ga sebanding dengan ibu kita. Minta apa aja pasti dikasih, selagi cara mintanya baik dan hal yang dipinta juga baik"

Perlahan saya mulai menemukan kepingan-kepingan jawaban yang bisa menjawab persoalan pada diri saya. Mungkin kah karenaa..  Aahhh saya tepikan kesimpulan yang terburu-buru itu. Saya pun lanjut mendengarkan beliau bicara.

"Kadang ada orang yang mintanya merintah, contohnya kaya 'Ya Allah, pokoknya saya maunya besok. Harus besok'. Coba deh bayangin kalo kita minta sama orang tua kebegitu, ya pasti diomelin dulu, walau ujung-ujungnya dikasih juga hahaha. Beda kalo nadanya dilembutin, dihalusin, bahkan sampe nangis-nangis disaat sujud minta suatu hal ke Allah, waaahh bakal dikabulin dah tu. Segala urusan mancep lancer"

Saya yakin, memang ada yang salah dalam diri saya. Saya cuma bisa senyum miris, melihat ke ubin dan mendengarkan. Seketika ada yang sedang memotong bawang di depan mata saya.

"Kalo kamu merasa hidupnya monoton, ga ada yang special, coba deketin lagi Allah. Tanya pada diri sendiri. Sholat boleh tak tinggal, tapi liat dulu, ada yang salah ga(?) Perhatiin wudhunya, niat melakukan ibadahnya, atau liat hati kita, mungkin masih ada kerak yang menyelimuti hati sehingga butuh dilelehin dengan cara lebih deket lagi ke Allah. Coba cek, minta sesuatu sama Allah masih merintah apa nggak, ibadahnya tulus atau cuma sekedarnya. Dan jugaaa... "

"Dan jugaa....(?)"

"Dan juga, kamu harus banyak-banyak bersyukur. Mungkin salah satu hal yang buat hidupmu monoton karena kurangnya 'Alhamdulillah'."

Jleebb.

Seketika air mata saya tumpah. Saya tak dapat lagi membendungnya. Diruangan yang hanya tinggal beberapa siswa yang sedang menunggu jemputan, saya menangis terisak.

Mendengar kalimat terakhir dari beliau seolah-olah memori minggu-minggu lalu seperti diputar lagi sama Allah. Saya sadar, saya berdoa bagai merintah sang Pencipta, jika diingat, saya sangat ketakutan, tak sepantasnya meminta sesuatu sama pencipta langit dan bumi-saya tekankan, 'pencipta langit dan bumi dan beserta isinya'-memakai nada seperti merintah bawahan.

Astaghfirullahal'aziim

Saya temukan kepingan jawaban yang lain. Saya yakin sekali.

"Mungkin itu saran saya. Coba kamu inget dulu hal lalu, ada ngelakuin dosa atau nggak. Nanti kalo ada perubahan, samperin saya lagi"

Saya pun pamit pulang dengan air mata yang masih mengalir. Yang saya rasakan sekarang hanyalah kurangnya bersyukur saya terhadap nikmat yang Allah kasih. Secara tidak langsung saya sedang mengeluhkan hidup saya yang biasa saja, padahal di luar sana banyak orang-orang tertimpa musibah, masalah dan pengin hidup tenang seperti saya, pengin hidup damai. Saya bayangkan senyum tulusnya anak-anak suriah nun jauh disana, bagaimana mereka sholat, bagaimana mereka makan dan tidur sedangkan rudal-rudal yang ditembakkan seketika bisa saja menimpa mereka.

Lah saya?

Kadang saya berfikir, kasihan sekali orang-orang yang tinggal di Suriah, Palestine. Untuk makan aja susah, mau nyombongin style juga ngapain, mall mall sudah dihancurin semua.

Tapi kalo ditelisik lagi, kasihan mana sih sama saya dihadapan Allah? Dosa aja banyak banget, Al Quran aja belum hapal seluruhnya, sholat kadang ga kusyu, kadang juga sering zina mata, zina hati, suka buang-buang waktu ng-refresh instagram, terus wifi macet marah-marah ga jelas. Coba di Suriah? Palestine? Boro-boro mau ng-refresh instagram, handphone aja ga semua punya, bahkan mungkin ga ada yang punya. Umur enam tahun, lima tahun, empat tahun yang dipegang Quran, bahkan hapal isi beserta letak-letak ayatnya. Sholat subuh aja udah kaya mau jumatan. Malu rasanya jika dibandingkan dengan anak-anak Suriah. Surga didepan mata. Bela agama Allah. Banyak keberkahan di sekeliling mereka.

Cepat-cepat saya istighfar dan menghentikan airmata yang sedari tadi mengalir membasahi pipi saya. Sekali lagi saya merasa bersyukur bisa hidup monoton tanpa sedikitpun beban, sekaligus merasa miris membayangkan dosa menggunung dengan bayang-bayang neraka yang sebentar lagi akan saya hampiri suatu hari nanti.

Comments

Popular posts from this blog

Temen Ambis + Pinter di Sekolah Gue

Di awal kelas dua belas ini gue sudah ancang-ancang akan memilih perguruan tinggi mana. Sudah juga buat plan nanti gue mau jadi apa setelah lulus kuliah. Tapi who knows? Mungkin saja Allah ngasih jalan lain yang lebih baik lagi. Oke, sebenarnya yang barusan tuh cuma intro doang wkwkw, karena gue ga tau harus ng-intro yang gimana. Say hai atau apalah gitu, rasanya sudah bosan. Jadi gue mau cerita mengenai anak pinter di sekolah gue yang beritanya sudah tersebar sejak gue kelas sepuluh. Tapi emang dasar guenya aja yang kudet, baru cerita sekarang.  Namanya tuh Suci (to the point aja dah), orangnya kecil mungil dan lucu. Seukuran anak SD lah, kurang dari 150 cm, tapi otaknya encer bet anjay. Gue tau dia karena temen kelas gue itu temenan sama dia. Mereka berdua setiap istirahat ketemuan di kantin kaya orang pacaran-_- Oh ya btw Suci itu dari anak IPA 1 dan gue dari IPA 3. Awal kelas sepuluh gue gak terlalu dekat dengan banyak orang, tapi memang gue sering liat temen gue (read: cewe)

Lobang Kakus Sekolah

Postingan ini terinspirasi dari cerita pendek karangan Eka Kurniawan yang judulnya Corat-coret di Toilet. Salah satu cerpen favorit gue untuk abad ke-duapuluhsatu ini. Cerpen itu menceritakan tentang  toilet di sebuah kampus dengan segala coretan-coretan ala-ala anak revolusi gitu. Hingga gue tersadar pengin juga nulis dengan objek toilet sekolah gue -_- lol. Bagi yang belum baca cerpennya, buruan dah beli, karena bukunya dijamin keren! Oke, mari kita mulai. Toilet , Kakus, Kloset atau WC (bahasa Inggris: water closet ) adalah perlengkapan rumah yang kegunaan utamanya sebagai tempat pembuangan kotoran , yaitu air seni dan feses . Kalo disekolah gue dibagi jadi dua; toilet cowo dan toilet cewe. Jika keduanya tak dipisah, akan banyak terjadi kenyelenehan yang hakiki, wkwkwk. Sht, forget it! Baiklah, setelah tau apa itu toilet, selanjutnya gue bakal ceritain toilet cewe di sekolah gue. Untuk toilet cowo gue skip aja dah, ga kuat gue kalo mau ceritainnya, dan juga gue ga tau tuh

Lanjut S2 kan, nak?

Tulisan ini saya dedikasikan untuk diri saya sendiri karena sudah mau berjuang sampai di titik ini. Untuk melanjutkan studi S2 itu bukanlah keputusan yang bisa saya ambil dengan mudah. Banyak sekali pertimbangan dari berbagai pihak, terutama orang tua dan pembimbing skripsi saya, Bunda (semoga beliau tetap sehat walafiat) Cerita mengerikan ini berawal dari percakapan saya dan mama saat saya masih sibuk-sibuknya KKN di kota Padang. Beliau berniat ingin menguliahkan saya sampai saya tamat S2. Terlebih papa juga sangat mendukung keinginan mama. Well, saat itu saya masih semester 6 dan belum terpikir sampai ke sana karna yang saya pikirkan saat itu adalah   "Bagaimana caranya saya lulus S1 sedangkan pembimbing saja belum dapat". Saya katakan ke orangtua kalau saya tidak ingin melanjutkan S2 penginnya kerja saja. Tapi terlihat dari ujung telepon sana raut wajah mereka agak sedikit kecewa mendengar jawaban saya yang spontan itu. Lantas saya balik katakan  "Indah tamatkan dulu