Kedai Kopi Wak Jarot masih sepi pengunjung. Biasanya sore-sore begini banyak laki-laki desa ngopi atau sekedar beli udud disini. Di antara laki-laki desa itu, hanya Mukidi dan Doni yang selalu menjadi pelanggan setia Wak Jarot.
"Kapan kamu nyatakan cinta pada Warni, Muk?"
"Jangan tanya itu, aku belum siap"
"Sekarang saja. Nanti kamu disalib Tarjo"
"Diam kau. Jangan sebut nama bangsat itu di depan mukaku"
Mukidi pun menenggak kopi hitam hingga ludes dan menyesap udud yang tinggal sebatang lagi. Doni hanya terdiam prihatin karena konconya tak juga beristri mengingat umur sudah menginjak kepala tiga, tapi masih membujang saja. Bukan tak ada wanita yang mau dengannya, tapi Mukidi terlalu mencintai Warni, Si Kembang Desa.
Sudah bertahun-tahun Mukidi menyimpan rasa dengan Warni. Tapi, Warni tak tau menau dengan perasaan Mukidi. Warni mengira, Mukidi bersikap baik padanya karena mereka telah berteman sejak umur nol tahun. Faktanya, Warni adalah wanita pertama dan terakhir yang dicintai Mukidi. Miris sekali, Warni tak penangkap sinyal itu.
Di luar kedai tampak Tarjo dan Warni sedang berdua naik sepeda Ontel milik Tarjo. Darah Mukidi mendidih melihat pemandangan itu. Namun, ia tak bisa melawan tubuh gempalnya Tarjo.
"Naahh kan bener. Kamu disalib Tarjo, Muk"
"Don! Aku akan kerumahnya Warni. Aku ingin melamarnya."
"Harusnya kamu begini dari awal"
Esoknya, setelah pulang dari rumah Warni, wajah Mukidi murung karena ia telah ditolak wanita idamannya. Tarjo telah mengambil posisi yang diidam-idamkan Mukidi sejak dulu. Doni pun ikutan murung melihat konconya tak lagi bersemangat.
"Kamu gapapa kan, Muk?"
"Hhh. Kau tak lihat wajahku ini tak lagi berseri-seri? Biarlah aku saja yang mencintainya, Don."
"Jadi, kamu beneran ditolak, Muk?"
"Iya. Warni lebih memilih Si Gempal itu."
"Sialan! Kalo ketemu ku patahkan lehernya."
Mukidi pun bergegas meninggalkan Doni yang sedari tadi menanyakan perihal cintanya yang tak terbalas oleh Warni, Si Kembang Desa. Pasca Mukidi menyatakan cinta pada Warni, Mukidi menjadi murung tak bersemangat. Kerap kali Doni menemukan Mukidi sedang tertawa di depan pohon duren dekat rumah. Lebih parahnya lagi Mukidi menyetubuhi pohon pisang di samping pohon duren. Doni hanya bisa geleng-geleng kepala. Tak pernah ia lihat konconya bersikap goblok seperti itu. Puncak dari kegoblokan sikap Mukidi adalah ketika ia ingin mengakhiri hidupnya di pohon duren karena mengetahui bahwa Warni tak mencintainya, namun Doni cepat-cepat menghentikan aksi heroik Mukidi.
"Gila kamu, Muk?! Nanti siapa yang bayarkan ududku kalo kamu mati?"
"Kau ngutang saja dengan Wak Jarot. Aku terlalu sakit jika mengetahui Warni tak mencintaiku"
"Goblok kamu!"
~•~
"Kapan kamu nyatakan cinta pada Warni, Muk?"
"Jangan tanya itu, aku belum siap"
"Sekarang saja. Nanti kamu disalib Tarjo"
"Diam kau. Jangan sebut nama bangsat itu di depan mukaku"
Mukidi pun menenggak kopi hitam hingga ludes dan menyesap udud yang tinggal sebatang lagi. Doni hanya terdiam prihatin karena konconya tak juga beristri mengingat umur sudah menginjak kepala tiga, tapi masih membujang saja. Bukan tak ada wanita yang mau dengannya, tapi Mukidi terlalu mencintai Warni, Si Kembang Desa.
Sudah bertahun-tahun Mukidi menyimpan rasa dengan Warni. Tapi, Warni tak tau menau dengan perasaan Mukidi. Warni mengira, Mukidi bersikap baik padanya karena mereka telah berteman sejak umur nol tahun. Faktanya, Warni adalah wanita pertama dan terakhir yang dicintai Mukidi. Miris sekali, Warni tak penangkap sinyal itu.
Di luar kedai tampak Tarjo dan Warni sedang berdua naik sepeda Ontel milik Tarjo. Darah Mukidi mendidih melihat pemandangan itu. Namun, ia tak bisa melawan tubuh gempalnya Tarjo.
"Naahh kan bener. Kamu disalib Tarjo, Muk"
"Don! Aku akan kerumahnya Warni. Aku ingin melamarnya."
"Harusnya kamu begini dari awal"
Esoknya, setelah pulang dari rumah Warni, wajah Mukidi murung karena ia telah ditolak wanita idamannya. Tarjo telah mengambil posisi yang diidam-idamkan Mukidi sejak dulu. Doni pun ikutan murung melihat konconya tak lagi bersemangat.
"Kamu gapapa kan, Muk?"
"Hhh. Kau tak lihat wajahku ini tak lagi berseri-seri? Biarlah aku saja yang mencintainya, Don."
"Jadi, kamu beneran ditolak, Muk?"
"Iya. Warni lebih memilih Si Gempal itu."
"Sialan! Kalo ketemu ku patahkan lehernya."
Mukidi pun bergegas meninggalkan Doni yang sedari tadi menanyakan perihal cintanya yang tak terbalas oleh Warni, Si Kembang Desa. Pasca Mukidi menyatakan cinta pada Warni, Mukidi menjadi murung tak bersemangat. Kerap kali Doni menemukan Mukidi sedang tertawa di depan pohon duren dekat rumah. Lebih parahnya lagi Mukidi menyetubuhi pohon pisang di samping pohon duren. Doni hanya bisa geleng-geleng kepala. Tak pernah ia lihat konconya bersikap goblok seperti itu. Puncak dari kegoblokan sikap Mukidi adalah ketika ia ingin mengakhiri hidupnya di pohon duren karena mengetahui bahwa Warni tak mencintainya, namun Doni cepat-cepat menghentikan aksi heroik Mukidi.
"Gila kamu, Muk?! Nanti siapa yang bayarkan ududku kalo kamu mati?"
"Kau ngutang saja dengan Wak Jarot. Aku terlalu sakit jika mengetahui Warni tak mencintaiku"
"Goblok kamu!"
~•~
Comments
Post a Comment